Sebuah pulau kecil di tengah samudra luas ditinggali sorang gadis yang tengah beranjak dewasa. Ia benar-benar sendiri tinggal di pulau itu, teman berbicaranya ialah burung-burung yang sering mampir di halaman rumahnya, teman yang selalu ia peluk ialah pohon-pohon, sementara hiburannya ialah deburan ombak kala senja.
Gadis itu bernama Sumarni. Ia telah tinggal di pulau kecil itu sejak usianya memasuki awal 20 tahunan, usia yang kabarnya penuh tekanan. Itulah yang dialaminya hingga memutuskan tinggal sendirian di pulau kecil tengah samudra.
Jika, Sumarni mengingat hidupnya pada masa lalu banyak sekali orang yang menuntutnya seakan harus memenuhinya. Padahal Sumarni memiliki rencana dan caranya sendiri mencapai kebahagiannya. Ia dituntut harus menjadi nomor 1 di antara yang terbaik, harus kuliah di kampus nomor 1 di dunia, harus menjadi pengusaha sukses nomor 1, harus memiliki pengikut Instagram dan TikTok terbanyak nomor 1 di dunia, dan nomor 1 apa pun itu kecuali hal buruk.
Hingga ia muak dan berteriak kepada siapa pun.
“Aku ini menjalani hidup untuk membahagiakan diriku atau kalian sih? Aku tahu kalian ingin aku mendapatkan yang terbaik. Tapi tolong, aku juga punya tujuan hidup!” teriaknya waktu itu dengan raut wajah yang memerah dan terasa panas jika dipegang.
Kemarahannya itulah yang menjadi awal mula Sumarni meninggalkan rumahnya dan meninggalkan orang-orang yang selalu menuntutnya dan mungkin akan menuntutnya selalu di benua.
Kala purnama tiba dan ia tengah menikmati pertunjukan riak laut yang memantulkan cahaya rembulan dari balik jendela. Sumarni tersenyum sebab senikmat ini sebuah kebebasan dari siapa pun yang menuntutnya. Ia bebas menjadi apa saja di pulaunya.
Rembulan semakin tinggi, udara malam makin menusuk tubuh Sumarni. Jendela yang menjadi layar pemandangan riak laut pun ia tutup. Sumarni pun menarik selimut dengan mengucapkan sebuah harapan, “Semoga selamanya aku bebas menentukan jalan hidupku sendiri.”
Malam semakin larut, tidur Sumarni pun terbawa dalam mimpi.
Dalam mimpinya, ia bertemu seorang lelaki berkharisma berambut ikal. Lelaki itu meminta Sumarni menunjukkan kandang ayam peliharannya.
“Siapa engkau? Berani-beraninya memasuki pulauku. Jangan tuntut sesuatu apa pun dariku, karena aku bukan Tulus!” ancam Sumarni kepada lelaki itu dengan sapu lidi di tangan kanannya yang diangkat melebihi kepalanya. Sapu itu siap menghujam lelaki itu
“Tenang, tenang. Aku hanya ingin memberikan telur ini tetapi aku mau menaruhnya di kandang ayammu. Kamu boleh mengambilnya dan memecahkannya kapan pun,” ucap lelaki itu dengan senyum yang seakan memberikan rasa aman kepada Sumarni.
Sumarni hanya terdiam melihat perliku lelaki itu.
“Dalam telur ini terdapat mantra yang bisa menyihir dunia. Engkaulah yang bisa menggunakan mantra itu pertama kali,” ucap lelaki berambut ikal untuk meyakinkan Sumarni.
Sumarni menurunkan sapu yang dipegang dan menunjukkan di mana kandang ayamnya kepada lelaki itu. Selepas menaruhkan telur yang dua kali lebih besar dari telur ayam pada umumnya, lelaki itu meninggalkan Sumarni yang tetap diam seribu bahasa. Ajaib, lelaki itu berjalan di atas laut dan menghilang begitu saja walau mata Sumarni tidak berkedip sekalipun.
Sumarni terbangun terkejut. Mengapa matanya terasa aneh. Ternyata matanya sudah membuka dari tadi tetapi ia masih tertidur.
Ia pun teringat akan mimpinya jika ada seorang lelaki yang datang ke pulaunya. Sumarni berlari ke segala penjuru pulau yang ia tinggali. Sumarni memastikan lelaki itu benar-benar tidak ada di pulaunya. Ia memastikan lelaki itu hanya mimpi.
Namun, ketika ia kembali ke rumahnya dan mengecek kandang ayamnya, Sumarni menemukan telur yang dua kali lebih besar dari telur ayam-ayamnya. Telur itu persis seperti yang diberikan lelaki dalam mimpinya.
Sumarni pun mengambil telur itu. Ia pun berusaha memecahkan telur itu. Rasa penasaran Sumarni semakin besar sebab kulit telur itu cukup keras. Hingga ia memukulkan sendok ke 20 kalinya telur itu baru benar-benar terpecah.
Ia masih melongo terheran-heran memastikan kini ia tidak dalam dunia mimpi. Lagi-lagi kata lelaki yang ia temui dalam mimpinya itu benar. Telur itu berisikan sebuah kertas yang bertuliskan kalimat. Kalimat itu Sumarni yakini sebagai mantra yang dimaksud lelaki dalam mimpinya.
Seharian Sumarni duduk di bawah pohon di tepi pantai memandang kertas itu dengan latar lautan biru lepas. Hingga riak senja kala hiburan yang ia sukai, Sumarni menutup matanya dan mengucapkan tulisan di kertas itu dengan penuh penghayatan.
“Tenangkan hati, ini semua bukan salahmu,” ucapnya dengan lirih. Ucapannya itu masuk ketelinganya bersama suara deburan ombak.
Hatinya merasa damai, pikirannya lebih tenang. Air mata dari matanya yang masih terpejam setetes dua tetes pun mengalir. Dalam matanya pun membawa jauh ke benua. Dalam mata yang memejam memperlihatkan kondisi benua, tempat tinggalnya dulu kini. Air matanya makin deras sebab benua kini tak seperti dulu, tak ada yang menuntut seorang yang berusia 20 tahunan begitu keras. Orang-orang seusianya pun bebas menentukan langkahnya menggapai tujuan hidupnya.
Burung-burung pun sore itu berkicau lebih merdu menemani baskara yang tenggelam diujung samudra. Perlahan Sumarni membuka mata dan berkata, “Aku sepertinya perlu kembali ke benua untuk membuktikan apakah mantra ini hanya memberiku ilusi,” ucapnya sambil menyeka sisa linangan air matanya.
Lima hari setelah senja kala ia mengucapkan mantra itu, lima hai pula lah Sumarni menerjang ombak samudra. Kakinya menginjakkan kembali di benua. Matanya melihat orang seusianya tampak lebih bahagia. Telinganya tak lagi mendengar siapa pun menuntut berlebihan.
Ia berjalan lebih dalam di benua. Sepanjang jalan ia terharu. Hingga ia mendengar sebuah mitos soal orangtua yang menuntut anaknya untuk menjadi sempurna hingga sebuah mantra dikicaukan oleh burung-burung hingga mengubah perilaku para penuntut usia 20 tahunan. Burung-burung itu kabarnya berkicau, “Tenangkan hati, ini semua bukan salahmu!” Persis seperti mantra yang Sumarni dapat dari sebuah telur.
Semarang, 10 Juli 2023
*Cerita ini bersumber ide dari gim mengarang cerita berkelompok di Bookclub
Semarang, Minggu 9 Juli 2023 dari kelompok 3.
Komentar
Posting Komentar