Pergi, mungkin yang terpikirkan pertama itu perpisahan,
meninggalkan. Seolah-olah pergi membuat sebuah duka atau kekhawatiran itu ada. Tidak
salah jika ada yang menganggap pergi itu seperti ini. Sebab memang kepergian
itu ada dan menimbulkan emosi yang menyelimuti kepergian.
Tapi jika dipikir-pikir, pergi tidak selalu berakhir dengan
duka atau kekhawatiran. Bisa saja seorang pergi untuk membuat dirinya lebih
baik. Bisa saja kita pergi untuk melegakan atau rehat sejenak. Kita belum tentu
tahu mengapa iya pergi?
Jika ia pergi membuat dirinya lebih baik, ya jangan
salahkan. Itu pilihan dia. Ga bisa memaksakan untuk menetap. Pergi bisa saja ia
menyendiri atau dengan temannya ke gunung, pantai atau kemana saja. Pergi kali
ini menarik diri dari apa yang selalu dihadapinya. Atau memang membuat jarak
sementara antara ia dan orang-orang sekitarnya. Bisa saja dengan cara itu ia
menghibur atau menenangkan dirinya sendiri.
Bukan berarti dia tidak ingin berkabar. Bukan juga kita
tidak menyapanya lagi. Ya, mungkin berkabar dan melihat melalui medsos seperti
status Whatsapp atau Insta Story bisa menjadi perantara sementara. Mungkin memang
sebelum ia pergi ada sesuatu yang membuatnya risau. Jadi, ia putuskan tuk memberi
jarak dahulu.
Tapi, pergi selalu berdampingan dengan pulang atau
kembali. Nanti setelah ia memutuskan untuk kembali ke lingkungannya atau kembali
menghubungi kita mungkin tidak seperti dulu. Jangan kaget, bisa saja itu
putusan ia setelah pergi, pergi menenangkan dirinya.
Jadi, pergi bukan berarti meninggalkan tetapi untuk kembali dalam
kondisi yang lebih baik. Kita terhadap dia dan sebaliknya jangan saling menyalahkan.
Tapi kita perlu memahami mengapa ia pergi. Setelah itu renungkan sembari menunggu
atau bertindak tuk bersama kembali di waktu yang tepat.
Yogyakarta,
27 Desember 2020
Komentar
Posting Komentar