Kaca Mata Kuda

 

Andong di Jalan Malioboro

 

Siang hari dengan matahari yang sedikit tertutup awan membuat kesejukan nyaman untuk berjalan kaki di Jalan Malioboro. Selain menghilangkan penat, lirik-lirik dagangan pedagang kaki lima atau toko. Mana tahu ada yang menarik untuk buah tangan. Itulah kegiatan seorang ibu dan anaknya.

 

Mereka berjalan di pedestrian sisi timur dari ujung utara Jalan Malioboro ke arah selatan. Sang ibu melihat-lihat dagangan sepanjang jalan. Sekiranya menarik, berhenti untuk melihat lebih detail, menanyakan harga dan bernego. Jika cocok barang itu akan dibelinya sebagai oleh-oleh.

 

Namun, anak yang ia bawa awalnya senang berjalan sendiri dengan menggandeng tangan ibunya. Anak yang usianya belum cukup masuk taman kanak-kanak itu di tengah perjalanan merajuk minta digendong. Maklum saja, ia lelah berjalan. Sepanjang berjalan di Malioboro itu matanya selalu mengamati kepala kuda yang terikat dengan andong. Seakan menyimpan tanya dalam dirinya. Sementara sang ibu belum menyadari ini

 

Satu jam lebih sudah mereka berjalan. Anak yang masih dalam gendongan ini tetap mengamati tiap kepala kuda yang ia lihat. Sudah menjelang sore mereka mulai berjalan ke arah utara melalui sisi barat pedestrian Malioboro. Anak itu mulai merasa lelah dan haus hingga akhirnya mereka berhenti dan duduk di bangku depan sebuah masjid di antara deretan toko di Malioboro.

 

Sang ibu mengeluarkan air mineral dari dalam tas jinjingnya lalu memberikan pada anaknya. Dengan udara yang sepoi-sepoi dan nyaman untuk istirahat, anak itu masih tetap mengamati kepala kuda. Wajahnya menunjukkan penasaran pada kepala kuda itu. Namun, sang ibu belum menyadarinya. Sang ibu lebih menikmati suasana Malioboro dan menjaga anaknya supaya nyaman.

 

Sebuah andong yang penuh dengan penumpang berjalan dari arah utara ke selatan. Sang anak masih memerhatikannya. Makin lama makin penasaran dan timbul rasa ingin mendekati andong yang parkir tak jauh dari bangku ia dan ibunya beristirahat. Ia menarik tangan ibunya untuk mendekati andong sambil menunjuk-nunjuk.

 

“Apa Nak? Mau naik kuda?” tanya sang ibu. Namun, hanya dijawab satu kata, “emoh”. Dijawab dengan menarik ibunya untuk mendekat ke kuda. “Kenapa sayang?” tanya sang ibu pada anaknya yang merajuk ingin mendekati kuda. Sang ibu malah memantabkan untuk memangku si anak.

 

Dalam pangkuan ibunya anak itu bertanya, “Kenapa semua kuda pakai topeng seperti itu?” Ibu menjawab dengan nada yang lembut menjelaskan jika yang dipakaikan itu kaca mata kuda, bukan topeng. “Itu kaca mata kuda biar kudanya lihat ke depan. Tidak lirik kanan kiri. Jadi jalannya bisa lurus,” jawab sang ibu.

 

Sang anak terdiam memahami penjelasan sang ibu dengan memerhatikan kuda yang menarik andong melintas di depannya. “Kok berbeda dengan kaca mata manusia?” tanya sang anak kembali. Keheningan kembali menyelimuti mereka berdua. Si ibu kembali meneggak air minumnya. Selepas itu menghela napas dan menjawab pertanyaan sang anak.

 

Belum sempat menjawab sang anak mengungkapkan kembali apa yang ia pikirkan. “Kan, kalo kita pakai kacamata kaya kuda aku bisa aja jalan dengan ibu ga lihat mainan di toko. Mata aku kan lihat yang di depan aja, ga ke samping.” “Coba perhatikan lagi baik-baik kuda itu! Jangan kepalanya saja,” jawab sang ibu.

 

“Sudah?” cletuk ibunya setelah andong itu mulai menjauh ke arah Nol Kilometer Yogyakarta. “Kudanya kalo ditarik talinya berhenti. Terus kalo ditarik lagi baru jalan,” jawab sang anak.

 

Ketika akan menjawab pertanyaan mengapa kaca mata kuda berbeda dengan kaca mata manusia, sang ibu ragu apakah jawabannya bisa dipahami oleh anaknya. Sang anak menatap ibunya yang terdiam dengan tatapan kosong. “Bu, jadi kenapa kaca mata kuda begitu?” Sang ibu menarik napasnya dan dengan gugup sadar setelah anaknya bertanya kembali tentang kaca mata kuda.

 

Walau merasa belum tentu jawabannya bisa dipahami anaknya sudah bulat mengatakan jawaban yang telah ia pikirkan sejak menyuruh anaknya memerhatikan dengan baik andong berserta kuda yang menariknya.

 

"Kita ini orang merdeka. Bebas. Kita tidak memakai kaca mata seperti itu biar bisa melihat sekitar kita ada apa. Tidak hanya tertuju pada satu hal untuk mengambil keputusan. Iya, mungkin kita lebih banyak godaannya dan tidak fokus. Lagi pula kita diberi akal untuk berpikir. Karena itu kita bisa memilih jalan yang kita inginkan dan terbaik. Tidak selalu mengikuti kata orang. Toh jalan yang benar tidak selalu mulus. Ada naik turunnya. Ada belok-beloknya," jawab sang ibu.

 

Sayang, sang anak memalingkan wajahnya seakan bingung apa yang dijawab ibunya. Sementara sang ibu berharap dalam batinnya jika anaknya tak paham sekarang tetapi ia akan menyadarinya suatu saat nanti.

 

Yk, Juli 2021

Komentar