Terimakasih Sudah Berani Menyampaikan



Kalbu tenanglah! Aku tahu kau tak ingin menambah lara yang dipendam. Kau tak ingin menambah pikiranku. Kau yang meyakinkan pikiran dan diri mengatakan kepadanya.


Mungkin saja ia sebenarnya sudah tahu ada suatu hal dalam diriku terhadap dirinya. Aku duga engkau tak kaget dengan dua kalimatku tetapi mungkin saja menjadi sebuah fakta yang kau duga. “Aku sebenarnya ada rasa denganmu. Aku ingin bilang langsung tetapi tak tahu kapan akan mengatakannya,” itu dua kalimat dariku kala hampir tengah malam.


Mungkin kau tak ingin membalasnya segera, sebab tampak masih online, bukan “Terakhir dilihat.” Pagi tiba baru ku mulai mengoperasikan ponselku, 30 menit yang lalu kau mengirim pesan. “Engkau ku anggap teman. Mungkin untuk lebih dari itu aku tak bisa,” ucapnya. Ku terima dan aku paham. Bahwa kau benar-benar menjaga batinmu. Aku pun sebenarnya juga menjaga batin. Tak ingin ada luka sebab hal itu dalam diriku dan dirimu.


“Terimakasih sih Kamu udah berani sampein ke aku,” cukup indah kalimatmu bagiku. Mungkin aku agak lancang. Tapi dugaku kau menerima pernyataanku agar aku tak resah soal rasa dan dugamu atas dirimu terjawab.


Benar, aku hanya ingin menyampaikan saja. Sampai saat ini tak ada yang lebih yang ku harap. Pasal lebih lanjut memang rasanya masih jauh untuk kini. Kau punya angan, begitu pula aku.


Yang ku harap tak apa kita sebagai sahabat. Aku senang dan merasa lebih berharga jika ada sahabat. Aku tak ingin lagi persahabatanku dan pertemananku rusak seperti masa lalu. “Semoga persahabatan kita baik-baik saja ya,” harapku.


Sementara, kau juga berharap kau bisa meredakan rasaku kepadamu. Aku tak masalah. Semoga saja kalbu tak menggebu-gebu. Namun, ku harap reda rasaku bukan berarti kita mulai menjauh.


Kalbu tenanglah, kau tak kalah, kau tak patah, kau tak salah. Kalbu, kau menang telah berani mengurai laramu dengan mengungkapkan. Selamat. Tenanglah, nanti pasti ada waktunya.


22 Mei 2022

Komentar