![]() |
Berjalan di trotoar |
Kala kebanyakan
orang menganggap sepeda motor sebagai kendaraan “wajib” dimiliki, agaknya ini
agak membuat seorang yang bertanya, “kamu ada motorkan?” menarik napas panjang.
Tidak ada
salahnya jika tidak ada kendaraan bermotor. Akan tetapi mungkin hal-hal ini akan
dialami dan tak akan didapatkan ketika menggunakan kendaraan bermotor pribadi.
Hal itu memaksa menjadi
seorang pejalan kaki, pengguna transportasi umum, dan nebeng ada saja
kegelisahan dan kenikmatannya ketika kebanyakan orang memiliki kendaraan
bermotor.
Pertama, berjalan
kaki. Capek? Bisa jadi, terlebih bila jaraknya cukup jauh dan kontur medan jalan
yang naik turun. Belum lagi trotoar yang kurang ramah dengan adanya pohon atau
tiang perkabelan yang sengaja ditanam di tengah trotoar. Tak luput juga beberapa
halte bus kota yang tak memberi ruang pejalan kaki. Atau ketika ada perbaikan
jalan maupun pipa. Mengganggu.
Kalau sudah
seperti ini boleh jadi akan turun ke bagian jalan di sisi paling kiri jalan
bagi kendaraan bermotor. Bisa jadi sedikit-sedikit lihat ke belakang. Seakan memastikan
tidak ada ancaman tertabrak. Belum lagi ketika akan menyeberang, menunggu
benar-benar aman dari kendaraan yang ngebut dan ramai.
Tetapi kenikmatan
jalan kaki pada waktu tertentu dan di tempat tertentu bisa sungguh nikmat. Entah
karena pemandangan atau hal-hal lain yang bisa diamati. Itung-itung pula ini
olahraga rutin. Lumayanlah membakar kalori.
Bus Kota Semarang yang berhenti di Halte Simpang Lima
Kedua, naik
transportasi umum. Sayangnya untuk hal ini memang tak semua lokasi bisa
dijangkau dengan transportasi. Mungkin ada yang bisa tak langsung sampai tetapi
perlu berjalan sekian ratus meter atau sekian kilo meter.
Transportasi umum
seperti bus kota tentu saja tidak beroperasi 24 jam. Mengejar keberangkatan
terakhir menjadi tantangan tersendiri. Belum lagi pada jam-jam sibuk, bus akan
penuh. Berdesakan atau dilambaikan tangan oleh kondektur, isyarat bus penuh. Mau
tak mau menunggu bus berikutnya.
Itung-itungan
durasi perjalanan menggunakan kendaraan pribadi dan transportasi umum terkadang
menunjukkan selisih yang amat lama. Boleh jadi karena menunggu bus, bus yang
harus mampir tiap halte, atau bus yang harus mengikuti rutenya. Jarak yang bisa
ditempuh 15 menit bisa menjadi 30 menit. Jadi, hitung-hitungan waktu di sini
diperlukan.
Ketiga, soal
tidak ada kendaraan bermotor. Tidak memiliki kendaraan bermotor berarti harus
siap menjalani dua poin sebelumnya. Syukur-syukur ada yang mau nebengi tapi tahu
dirilah. Entah tidak lupa kembalikan helm atau bawa helm sendiri.
Namun, nikmatnya
ada saja, seperti tidak memikirkan parkir di mana, tidak memikirkan perawatan
kendaraan, dan sebagainya.
Tak memiliki
kendaraan bermotor dengan segala suka-dukanya seperti tiga poin itu, bisa jadi
kita turut menyelamatkan bumi dari kerusakan. Bisa jadi mengurangi kepadatan
jalan raya. Bisa jadi membuat lengang parkiran bagi yang punya kendaraan.
Oleh: Irfan Habibi
Jadi pejalan kaki itu memang ada kenikmatan tersendiri. terlepas sepi ramai jalan, macet atau lancar perjalanan. Bisa fokus menikmati saat-saat itu dan mengamati banyak hal.
BalasHapus