Bandara Hang Nadim Batam |
Kota Batam, sebuah kota di
selatan Singapura, sebuah kota yang dikelilingi pulau-pulau kecil, sebuah kota
yang dikenal sebagai kota industri, dan tak ketinggalan pertanyaan orang-orang
yang bertanya “HP di sana murah-murah ya?”
Kota itulah tempat saya lahir dan
tumbuh. Kota ini terekam dalam benakku akantetapi aku tak merekam bagaimana
sekitar empat tahun terakhir perubahan dan pembangunan yang tengah berlangsung.
Selama sekitar empat tahun pula aku telah “mengangkat kaki” dari tempat Hang
Nadim mengukir sejarah untuk membuka cakrawala lebih luas lagi.
28 Mei 2023, kakiku menapakkan
kembali ke bagian Negeri Segantang Lada itu. Tujuan utamaku ialah mengurus hal
penting, hanya sehari selesai. Sangat singkat. Tak banyak hal yang ku lihat. Sampai-sampai
seorang temanku mengingatkan, “alasan balik ke Batam karena tanah kelahiran.”
Kala mendarat kota itu tengah
berbenah. Jalanan diperlebar, hutan ditebas, kabarnya hendak dibuat lahan
pabrik dan hunian. Kabarnya pula pantai-pantai baru bermunculan. Tak henti di
situ saja, sepasang mata bolaku melihat kendaraan pribadi yang semakin banyak
lalu lalang di jalanan utama nyaris tanpa jeda sedetik pun.
Tubuhku pun merespon bagaimana
sengatan baskara kala sore dan siang yang tanpa ampun. Agaknya ini tak berbeda
dengan sengatan di Kota Semarang, tempat aku sedang berkuliah. Tetapi jika kupikir
itu berbeda dengan dulu.
Masjid Sultan Mahmud Riyat Syah |
Kesokan harinya, 29 Mei 2023
selepas selesai mengurus tujuan utamaku, terpikirkan yang tampaknya menjadi ikon
Kota Batam di Kecamatan Batuaji, Masjid Sultan Riyat Syah. Masjid dengan warna
putih bersih, menara yang puncaknya menjulang lancip ke udara, kubah-kubah pun
memperelok, tak lupa pula payung-payung besar seperti di Masjid Nabawi di
Madinah.
Setelah menunaikan salat zuhur di
situ, aku berkeliling masjid itu. Ku tutup pula menjelajah sudut masjid itu
dengan menaiki ruang pandang di bawah puncak menara masjid. 360ยบ diri bisa
memandang luasnya Kota Batam dan sekitarnya termasuk negeri seberang, Singapura.
Namun, sejauh mata memandang tak seperti yang ku harapkan. Pemandangan terhalang
kabut putih yang bisa jadi asap polusi di siang hari. Gedung pencakar langit Singapura
kala cerah biasanya bisa dipandang dengan mata lepas. Dari sini pula tampak
galangan-galangan kapal di tepi pantai. Begitu pula gugusan pemukiman padat yang
tertata maupun tidak.
Payung ala "Masjid Nabawi" di Masjid Sultan Mahmut Riyat Syah dan Kota Batam |
Memandang sejauh mata memandang
dari menara itu memberikan ketentraman. Menimbulkan tanya pula “Kapan kah aku
ke kota ini lagi?” Akankah aku kembali ke kota ini dengan alasan karena
benar-benar sebagai tanah kelahiran? Aku belum bisa pastikan.
Selasa, 30 Mei 2023. Singgah di
tanah kelahiranku usai. Sekitar pukul 09.00 WIB pesawat yang ku tumpangi lepas
landas dari Bandara Hang Nadim melepaskan hubungan tapak kaki dari Kota Batam
menuju Tanah Jawa. Diriku pun masih tak menyangka sesingkat itukah di kota itu?
Apakah singgah itu benar terjadi atau hanya mimpi dalam tidur?
Ditulis di Kota Semarang, 7 Juni
2023. -/+ 1500 Km dari kota orang-orang yang menyebut es teh itu teh obeng.
Komentar
Posting Komentar