![]() |
Bersiap melaut dengan Kapal Aratan. |
Pengalaman memang tak ada
habisnya untuk dibicarakan. Boleh jadi dari pengalaman akan mengantarkan pada
taktik melakukan banyak hal. Tampaknya itulah yang ditekankan oleh Pak A, seorang
nelayan di Kampung Nelayan di Kelurahan Bandengan, Kecamatan Kendal, Kabupaten
Kendal.
Hidupnya yang tiada hari nyaris
tanpa melaut memberikan berbagai pengalaman. Pengalaman soal tempat yang banyak
target tangkapan. Pengalaman membaca alam.
Memang ia mengakui soal teknologi
tak begitu melek. “Saya sering nyuruh anak saya untuk ngecek di hp. Biasanya benar,”
ucapnya saat menyakinkan bila nalurinya nyaris tak pernah meleset.
Tantangan nelayan selayaknya
seorang pelaut, cuaca dan ombak. Bila angin kencang yang menyebabkan gelombang
tinggi tentu membuatnya tak berani melaut. Namun, bila laut berkicak dirinya
berani karena laut tengah bersahabat.
![]() |
Laut Jawa selepas muara Sungai Kendal yang memantulkan cahaya matahari. |
Caranya memahami lautan pun bisa
dikatakan amat tradisional. Untuk mengetahui kedalaman lautan hanya dengan
menenggelamkan tali yang diberi pemberat dan menghitungnya dalam ukuran depa.
Kedalaman juga bisa dilihat dari warna laut yang tampak.
Beda halnya dengan nelayan “kekinian”
yang melek teknologi yang menggunakan sonar untuk mengetahui berapa dalam dan bagaimana
kondisi di dalam air.
Air Hangat Ada Cumi
Saat kami berbincang dengan Pak A,
ia menceritakan bagaimana dirinya dan nelayan lainnya menggunakan taktik menentukan
tempat yang tepat untuk menangkap buruannya.
Berkali-kali ia menjelaskan
betapa manjurnya taktiknya.
“Saya ga pakai dukun-dukunan,
yang penting ini, taktik,” katanya sambil menepuk jidatnya seakan menegaskan
betapa berharga taktik yang ia miliki.
Ia pun menjelaskan caranya
menentukan tempat sebelum menurunkan aratan, alat untuk “menyiduk” cumi di
dasar laut.
Caranya amatlah sederhana tanpa
alat yang canggih. Hanya menggunakan tangan yang dicelupkan ke air. Apakah airnya
dingin atau hangat?
“Kalau hangat ada cuminya,” tuturnya.
Berselancarku soal pengalaman Pak
Ahmad ini pun ini dibenarkan oleh ahli. Sebuah artikel berjudul “Suhu Air Laut Tentukan Jumlah Ikan", Kepala Balai Besar Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
Wilayah I, Edison Kurniawan, mengatakan bila suhu air laut menentukan jumlah
ikan yang ada di perairan. Suhu yang hangat berpotensi ikan yang lebih banyak.
Ini juga dijelaskan oleh Zulkhasyni dalam artikel jurnal berjudul “Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Kota Bengkulu.” Dalam artikel itu menjelaskan bila suhu dan perubahan geografis bertindak sebagai faktor penting yang merangsang dan menentukan pengkonsentrasian dan pengelompokkan ikan. Tinggi rendahnya suhu juga mempengaruhi produktivitas hasil tangkapan, karena setiap jenis ikan memiliki kisaran suhu tertentu untuk kelangsungan hidupnya.
Air Berisik Ada Ikan
Pak A pun menceritakan bila
ada cara lain yang pernah dilakukannya saat mencari ikan. Ini dilakukan oleh
nelayan yang mencari ikan yang bergerombol di dalam air.
Lagi-lagi bukan pakai sonar atau
alat canggih apa pun. Seorang nelayan harus nyemplung ke laut walau di
kedalaman laut 20 meter kalau kata Pak A.
Mempraktikan penggunaan gardan untuk menarik tali yang tersambung dengan aratan ke atas kapal.
“Jadi, tangannya ke atas satu
timbul di permukaan laut kepalanya masuk ke dalam air, yang penting telinganya
masuk ke air, mendengarkan ikan,” jelasnya.
Saat melakukan seperti ini seorang
nelayan harus berenang sekitar tiga meter dari kapalnya agar pendengarannya
benar-benar mendengar deru ikan-ikan dan tak terganggu dengan suara mesin
kapal.
“Kalau suaranya begini ikan ini,
kalau suaranya begitu ikan itu,” kira-kira begitu ia menjelaskan dengan seakan menirukan
suara deruan ikan-ikan yang berbeda-beda. Beda suara, beda pula jenisnya.
Komentar
Posting Komentar