Dari Laut, Hidup (2): Taktik di Segara

Bersiap melaut dengan Kapal Aratan.

Pengalaman memang tak ada habisnya untuk dibicarakan. Boleh jadi dari pengalaman akan mengantarkan pada taktik melakukan banyak hal. Tampaknya itulah yang ditekankan oleh Pak A, seorang nelayan di Kampung Nelayan di Kelurahan Bandengan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal.

 

Hidupnya yang tiada hari nyaris tanpa melaut memberikan berbagai pengalaman. Pengalaman soal tempat yang banyak target tangkapan. Pengalaman membaca alam.

 

Memang ia mengakui soal teknologi tak begitu melek. “Saya sering nyuruh anak saya untuk ngecek di hp. Biasanya benar,” ucapnya saat menyakinkan bila nalurinya nyaris tak pernah meleset.

 

Tantangan nelayan selayaknya seorang pelaut, cuaca dan ombak. Bila angin kencang yang menyebabkan gelombang tinggi tentu membuatnya tak berani melaut. Namun, bila laut berkicak dirinya berani karena laut tengah bersahabat.

 

Laut Jawa selepas muara Sungai Kendal yang memantulkan cahaya matahari.

Caranya memahami lautan pun bisa dikatakan amat tradisional. Untuk mengetahui kedalaman lautan hanya dengan menenggelamkan tali yang diberi pemberat dan menghitungnya dalam ukuran depa. Kedalaman juga bisa dilihat dari warna laut yang tampak.

 

Beda halnya dengan nelayan “kekinian” yang melek teknologi yang menggunakan sonar untuk mengetahui berapa dalam dan bagaimana kondisi di dalam air.

 

Air Hangat Ada Cumi

Saat kami berbincang dengan Pak A, ia menceritakan bagaimana dirinya dan nelayan lainnya menggunakan taktik menentukan tempat yang tepat untuk menangkap buruannya.

 

Berkali-kali ia menjelaskan betapa manjurnya taktiknya.

 

“Saya ga pakai dukun-dukunan, yang penting ini, taktik,” katanya sambil menepuk jidatnya seakan menegaskan betapa berharga taktik yang ia miliki.

 

Ia pun menjelaskan caranya menentukan tempat sebelum menurunkan aratan, alat untuk “menyiduk” cumi di dasar laut.

 

Caranya amatlah sederhana tanpa alat yang canggih. Hanya menggunakan tangan yang dicelupkan ke air. Apakah airnya dingin atau hangat?

 

“Kalau hangat ada cuminya,” tuturnya.

 

Berselancarku soal pengalaman Pak Ahmad ini pun ini dibenarkan oleh ahli. Sebuah artikel berjudul “Suhu Air Laut Tentukan Jumlah Ikan", Kepala Balai Besar Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah I, Edison Kurniawan, mengatakan bila suhu air laut menentukan jumlah ikan yang ada di perairan. Suhu yang hangat berpotensi ikan yang lebih banyak.

 

Ini juga dijelaskan oleh Zulkhasyni dalam artikel jurnal berjudul “Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Kota Bengkulu.” Dalam artikel itu menjelaskan bila suhu dan perubahan geografis bertindak sebagai faktor penting yang merangsang dan menentukan pengkonsentrasian dan pengelompokkan ikan. Tinggi rendahnya suhu juga mempengaruhi produktivitas hasil tangkapan, karena setiap jenis ikan memiliki kisaran suhu tertentu untuk kelangsungan hidupnya.

 

Air Berisik Ada Ikan

Pak A pun menceritakan bila ada cara lain yang pernah dilakukannya saat mencari ikan. Ini dilakukan oleh nelayan yang mencari ikan yang bergerombol di dalam air.

 

Lagi-lagi bukan pakai sonar atau alat canggih apa pun. Seorang nelayan harus nyemplung ke laut walau di kedalaman laut 20 meter kalau kata Pak A.

 

Mempraktikan penggunaan gardan untuk menarik tali yang tersambung dengan aratan ke atas kapal.

“Jadi, tangannya ke atas satu timbul di permukaan laut kepalanya masuk ke dalam air, yang penting telinganya masuk ke air, mendengarkan ikan,” jelasnya.

 

Saat melakukan seperti ini seorang nelayan harus berenang sekitar tiga meter dari kapalnya agar pendengarannya benar-benar mendengar deru ikan-ikan dan tak terganggu dengan suara mesin kapal.

 

“Kalau suaranya begini ikan ini, kalau suaranya begitu ikan itu,” kira-kira begitu ia menjelaskan dengan seakan menirukan suara deruan ikan-ikan yang berbeda-beda. Beda suara, beda pula jenisnya.

 

Hal ini mungkin juga bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana suara deruan ikan menentukan jenis ikannya.

Komentar