Dari Laut, Hidup

Mata Ikan. Ikan yang tengah dijemur sebagai proses pembuatan ikan asin. Penjemuran bisa sehari hingga dua hari tergantung jenis ikan dan cuaca.


Hasil laut semoga tak ada habisnya di negeri kepualauan ini. Itu harapannya. Namun, hasil laut boleh jadi akan terus menurun atau meningkat tergantung bagaimana manusia berdampingan dengan alam terutama laut itu sendiri.


Hubungan antara manusia dan alam tak bisa dilepaskan begitu saja. Tentu akan timbal balik. Kali ini kesempatan memotret secuil hubungan laut dan manusia diambil dari Kampung Nelayan yang terletak di Kelurahan Bandengan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

 

Kampung ini ialah sebuah kampung nelayan yang berada di tepi ujung Sungai kendal hingga muaranya. Muara inilah kapal-kapal para nelayan bersandar.

 

Muara Sungai Kendal inilah kapal-kapal berbagai ukuran, jenis, dan beragam alat tangkap bersandar. Titik ini pula menjadi awal dan kembali para nelayan Kampung Bandengan.

Kali ini tentu saja bukan pertama aku melihat kampung nelayan dan berinteraksi dengan penduduknya. Sebelumnya, di kabupaten yang sama juga mengunjungi Kampung Nelayan Sendang Si Kucing yang letaknya ke barat dari Kampung Nelayan Bandengan ini.

 

Kisah ini bermula dari ajakan seorang dosenku untuk menemaninya melakukan penelitian di Kampung Nelayan Bandengan. Mulanya memang aku tak tahu pasti apa dan di mana akantetapi setelah tahu, batinku, “sepertinya menarik.” Apa lagi soal kedekatanku dulu di Pulau Batam yang kemana-mana bisa ketemu pantai dan laut.

 

Saat diajak ke Bandengan bisa dikatakan aku hampir “buta” yang berujung bertanya-tanya, “ada apa di sana?”, “bagaimana kondisi sekilas di sana?”. Pertanyaan itu terjawab sedikit dari penjelasan dosenku soal bagaimana kondisi umumnya kampung nelayan.

 

Namun, kekepoan tak henti di situ, mencari lokasi dan hal lainnya sebagaimana hendak liputan pun aku lakukan. Temuannya ialah minim sekali informasi tentang tempat ini. Pikirku karena tempat ini tak jauh dan berdasarkan hasil berselancar di dunia maya, “sepertinya tidak berbeda jauh dengan Sendang Si Kucing yang tahun 2022 ku kunjungi.”

 

Jawabannya bisa dikatakan tak beda jauh dari hasil pengamatan sekilas. Kapal-kapal yang bersandar di muara jenis yang serupa. Jenis tangkapan dan olahan pun sama. Ya, asumsiku laut yang diarungi para nelayan dua tempat ini sama, Laut Jawa terutama sepanjang Kabupaten Batang hingga Kota Semarang.

 

Soal hasil tangkapan dan olahan? Ya, ikan-ikan yang bisa diolah menjadi ikan asin seperti teri, kerang, dan cumi.

 

Perihal hambatan tampaknya semua yang bergantung pada laut sama. Cuaca dan musim.

 

Lantas pada kisah ini potretan ku lebih dalam lagi soal kehidupan nelayan. Berbeda dengan 2022 di Sendang Si Kucing yang sekadar sepintas saat mereka tak melaut akibat cuaca yang ku tulis dengan judul “Mengadu Nasib dengan Lautan” yang menjadi dua tulisan.


Mengadu Nasib dengan Lautan (1)

Mengadu Nasib dengan Lautan (2)


Ternyata soal nelayan di pesisir utara Jawa aku juga pernah menulis feature. Saat itu momennya ialah Hari Nelayan Nasional. Tulisan ini dimuat di lpmmissi.com dengan judul "Kesederhanaan Upacara Hari Nelayan di Kampung Nelayan Tambakrejo".


Dari aku, Irfan Habibi, yang coba masih terus nulis apa pun itu. Ini foto saat kapal mulai mengarungi Laut Jawa di Perairaan Kendal, Selasa (25/6/2024) saat siang bolong. Aku memilih di bagian haluan atau depan kapal. Entah mengapa padahal panas. Bukan sembarang naik, ini pengalaman melihat dan merasakan secuil melaut nelayan (mungkin begitu).


Kali ini tampaknya akan lebih dekat perihal kehidupan para nelayan. Semoga bisa aku ceritakan demikian.

Komentar